Ikatan kimia
Ikatan kimia
adalah sebuah proses fisika yang bertanggung jawab dalam interaksi gaya tarik
menarik antara dua atom
atau molekul
yang menyebabkan suatu senyawa diatomik atau poliatomik menjadi stabil.
Penjelasan mengenai gaya tarik menarik ini sangatlah rumit dan dijelaskan oleh elektrodinamika
kuantum. Dalam prakteknya, para kimiawan biasanya bergantung pada teori kuantum
atau penjelasan kualitatif yang kurang kaku (namun lebih mudah untuk
dijelaskan) dalam menjelaskan ikatan kimia. Secara umum, ikatan kimia yang kuat
diasosiasikan dengan transfer elektron antara dua atom yang berpartisipasi.
Ikatan kimia menjaga molekul-molekul, kristal, dan gas-gas diatomik untuk tetap bersama. Selain itu
ikatan kimia juga menentukan struktur suatu zat.
Kekuatan
ikatan-ikatan kimia sangatlah bervariasi. Pada umumnya, ikatan
kovalen dan ikatan ion dianggap sebagai ikatan
"kuat", sedangkan ikatan
hidrogen dan ikatan van der Waals dianggap sebagai ikatan
"lemah". Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa ikatan
"lemah" yang paling kuat dapat lebih kuat daripada ikatan
"kuat" yang paling lemah.
Contoh model titik Lewis yang
menggambarkan ikatan kimia anatara karbon C, hidrogen H, dan oksigen O. Penggambaran titik lewis adalah salah satu dari
usaha awal kimiawan dalam menjelaskan ikatan kimia dan masih digunakan secara
luas sampai sekarang.
Tinjauan
Elektron
yang mengelilingi inti atom bermuatan negatif dan proton yang
terdapat dalam inti atom bermuatan positif, mengingat muatan
yang berlawanan akan saling tarik menarik, maka dua atom yang berdekatan satu
sama lainnya akan membentuk ikatan.
Dalam gambaran
yang paling sederhana dari ikatan non-polar atau ikatan kovalen, satu atau
lebih elektron, biasanya berpasangan, ditarik menuju sebuah wilayah di antara
dua inti atom. Gaya ini dapat mengatasi gaya tolak menolak antara dua inti atom
yang positif, sehingga atraksi ini menjaga kedua atom untuk tetap bersama,
walaupun keduanya masih akan tetap bergetar dalam keadaan kesetimbangan.
Ringkasnya, ikatan kovalen melibatkan elektron-elektron yang dikongsi dan dua
atau lebih inti atom yang bermuatan positif secara bersamaan menarik
elektron-elektron bermuatan negatif yang dikongsi.
Dalam gambaran
ikatan ion yang disederhanakan, inti atom yang bermuatan positif secara dominan
melebihi muatan positif inti atom lainnya, sehingga secara efektif menyebabkan
satu atom mentransfer elektronnya ke atom yang lain. Hal ini menyebabkan satu
atom bermuatan positif dan yang lainnya bermuatan negatif secara keseluruhan. Ikatan
ini dihasilkan dari atraksi elektrostatik di antara atom-atom dan atom-atom
tersebut menjadi ion-ion
yang bermuatan.
Semua bentuk
ikatan dapat dijelaskan dengan teori kuantum, namun dalam prakteknya,
kaidah-kaidah yang disederhanakan mengijinkan para kimiawan untuk
memprediksikan kekuatan, arah, dan polaritas sebuah ikatan. Kaidah oktet
(Bahasa Inggris: octet rule) dan teori VSEPR
adalah dua contoh kaidah yang disederhanakan tersebut. Ada pula teori-teori
yang lebih canggih, yaitu teori ikatan valens yang meliputi hibridisasi orbital dan resonans, dan metode
orbital molekul kombinasi linear orbital atom (Bahasa Inggris: Linear
combination of atomic orbitals molecular orbital method) yang meliputi teori medan
ligan. Elektrostatika digunakan untuk menjelaskan
polaritas ikatan dan efek-efeknya terhadap zat-zat kimia.
Sejarah
Spekulasi awal
dari sifat-sifat ikatan kimia yang berawal dari abad ke-12 mengganggap spesi kimia tertentu
disatukan oleh sejenis afinitas kimia. Pada tahun
1704, Isaac Newton
menggarisbesarkan teori ikatan atomnya pada "Query 31" buku Opticksnya dengan
mengatakan atom-atom
disatukan satu sama lain oleh "gaya" tertentu.
Pada tahun
1819, setelah penemuan tumpukan volta, Jöns Jakob Berzelius mengembangkan sebuah
teori kombinasi kimia yang menekankan sifat-sifat elektrogenativitas dan
elektropositif dari atom-atom yang bergabung. Pada pertengahan abad ke-19 Edward Frankland, F.A.
Kekule, A.S. Couper, A.M. Butlerov, dan Hermann Kolbe,
beranjak pada teori radikal, mengembangkan teori valensi yang pada
awalnya disebut "kekuatan penggabung". Teori ini mengatakan sebuah
senyawa tergabung berdasarkan atraksi kutub positif dan kutub negatif. Pada
tahun 1916, kimiawan Gilbert N. Lewis mengembangkan konsep ikatan
elektron berpasangan. Konsep ini mengatakan dua atom dapat berkongsi
satu sampai enam elektron, membentuk ikatan
elektron tunggal, ikatan
tunggal, ikatan rangkap dua, atau ikatan rangkap tiga.
Dalam
kata-kata Lewis sendiri:
“
|
An electron
may form a part of the shell of two different atoms and cannot be said to
belong to either one exclusively.
|
”
|
Pada tahun
yang sama, Walther Kossel juga
mengajukan sebuah teori yang mirip dengan teori Lewis, namun model teorinya
mengasumsikan transfer elektron yang penuh antara atom-atom. Teori ini
merupakan model ikatan polar. Baik Lewis
dan Kossel membangun model ikatan mereka berdasarkan kaidah Abegg (1904).
Pada tahun
1927, untuk pertama kalinya penjelasan matematika kuantum yang penuh atas
ikatan kimia yang sederhana berhasil diturunkan oleh fisikawan Denmark Oyvind
Burrau.[1]
Hasil kerja ini menunjukkan bahwa pendekatan kuantum terhadap ikatan kimia
dapat secara mendasar dan kuantitatif tepat. Namun metode ini tidak mampu
dikembangkan lebih jauh untuk menjelaskan molekul yang memiliki lebih dari satu
elektron. Pendekatan yang lebih praktis namun kurang kuantitatif dikembangkan
pada tahun yang sama oleh Walter Heitler and Fritz London. Metode
Heitler-London menjadi dasar dari teori ikatan valensi. Pada tahun 1929, metode
orbital molekul kombinasi linear orbital atom (Bahasa Inggris: linear
combination of atomic orbitals molecular orbital method), disingkat LCAO,
diperkenalkan oleh Sir John Lennard-Jones
yang bertujuan menurunkan struktur elektronik dari molekul F2 (fluorin)
dan O2 (oksigen)
berdasarkan prinsip-prinsip dasar kuantum. Teori orbital molekul ini
mewakilkan ikatan kovalen sebagai orbital yang dibentuk oleh orbital-orbital
atom mekanika kuantum Schrödinger yang telah dihipotesiskan
untuk atom berelektron tunggal. Persamaan ikatan elektron pada multielektron
tidak dapat diselesaikan secara analitik, namun dapat dilakukan pendekatan yang
memberikan hasil dan prediksi yang secara kualitatif cukup baik. Kebanyakan
perhitungan kuantitatif pada kimia kuantum
modern menggunakan baik teori ikatan valensi maupun teori orbital molekul
sebagai titik awal, walaupun pendekatan ketiga, teori
fungsional rapatan (Bahasa Inggris: density functional theory),
mulai mendapatkan perhatian yang lebih akhir-akhir ini.
Pada tahun
1935, H. H. James dan A. S. Coolidge melakukan perhitungan pada molekul
dihidrogen.Berbeda dengan perhitungan-perhitungan sebelumnya yang hanya
menggunakan fungsi-fungsi jarak antara elektron dengan inti atom, mereka juga
menggunakan fungsi yang secara eksplisit memperhitungkan jarak antara dua
elektron.[2]
Dengan 13 parameter yang dapat diatur, mereka mendapatkan hasil yang sangat
mendekati hasil yang didapatkan secara eksperimen dalam hal energi disosiasi.
Perluasan selanjutnya menggunakan 54 parameter dan memberikan hasil yang sangat
sesuai denganhasil eksperimen. Perhitungan ini meyakinkan komunitas sains bahwa
teori kuantum dapat memberikan hasil yang sesuai dengan hasil eksperimen. Namun
pendekatan ini tidak dapat memberikan gambaran fisik seperti yang terdapat pada
teori ikatan valensi dan teori orbital molekul. Selain itu, ia juga sangat
sulit diperluas untuk perhitungan molekul-molekul yang lebih besar.
Teori ikatan
valensi
Pada tahun
1927, teori ikatan valensi dikembangkan atas dasar argumen bahwa sebuah ikatan
kimia terbentuk ketika dua valensi elektron bekerja
dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan energi sistem.
Pada tahun 1931, beranjak dari teori ini, kimawan Linus Pauling
mempublikasikan jurnal ilmiah yang dianggap sebagai jurnal paling penting dalam
sejarah kimia: "On the Nature of the Chemical Bond". Dalam jurnal
ini, berdasarkan hasil kerja Lewis dan teori valensi ikatan Heitler dan London,
dia mewakilkan enam aturan pada ikatan elektron berpasangan:
1. Ikatan
elektron berpasangan terbentuk melalui interaksi elektron tak-berpasangan pada
masing-masing atom.
2. Spin-spin
elektron haruslah saling berlawanan.
3. Seketika
dipasangkan, dua elektron tidak bisa berpartisipasi lagi pada ikatan lainnya.
4. Pertukaran
elektron pada ikatan hanya melibatkan satu persamaan gelombang untuk setiap
atom.
5.
Elektron-elektron yang tersedia pada aras energi yang paling rendah akan
membentuk ikatan-ikatan yang paling kuat.
6. Dari dua
orbital pada sebuah atom, salah satu yang dapat bertumpang tindih paling
banyaklah yang akan membentuk ikatan paling kuat, dan ikatan ini akan cenderung
berada pada arah orbital yang terkonsentrasi.
Buku teks
tahun 1939 Pauling: On the Nature of Chemical Bond menjadi apa yang banyak
orang sebut sebagai "kitab suci" kimia modern. Buku ini membantu
kimiawan eksperimental untuk memahami dampak teori kuantum pada kimia. Namun,
edisi 1959 selanjutnya gagal untuk mengalamatkan masalah yang lebih mudah
dimengerti menggunakan teori orbital molekul. Dampak dari teori valensi ini
berkurang sekitar tahun 1960-an dan 1970-an ketika popularitas teori orbital
molekul meningkat dan diimplementasikan pada beberapa progam komputer yang
besar. Sejak tahun 1980-an, masalah implementasi teori ikatan valensi yang
lebih sulit pada program-program komputer telah hampir dipecahkan dan teori ini
beranjak bangkit kembali.
Teori orbital
molekul
Teori orbital molekul (Bahasa
Inggris: Molecular orbital tehory), disingkat MO, menggunakan kombinasi linear orbital-orbital
atom untuk membentuk orbital-orbital molekul yang menrangkumi
seluruh molekul. Semuanya ini seringkali dibagi menjadi orbital ikat, orbital antiikat, dan
orbital bukan-ikatan. Orbital molekul hanyalah
sebuah orbital Schrödinger yang melibatkan beberapa inti atom. Jika orbital ini
merupakan tipe orbital yang elektron-elektronnya memiliki kebolehjadian lebih
tinggi berada di antara dua inti daripada di lokasi lainnya, maka orbital ini
adalah orbital ikat dan akan cenderung menjaga kedua inti bersama. Jika
elektron-elektron cenderung berada di orbital molekul yang berada di lokasi
lainnya, maka orbital ini adalah orbital antiikat dan akan
melemahkan ikatan. Elektron-elektron yang berada pada orbital bukan-ikatan
cenderung berada pada orbital yang paling dalam (hampir sama dengan orbital atom),
dan diasosiasikan secara keseluruhan pada satu inti. Elektron-elektron ini
tidak menguatkan maupun melemahkan kekuatan ikatan.
Perbandingan
antara teori ikatan valensi dan teori orbital molekul
Pada beberapa
bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital molekul. Ketika
diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan valensi, bahkan
dengan pendekatan Heitler-London yang paling sederhana, memberikan pendekatan energi ikatan yang lebih
dekat dan representasi yang lebih akurat pada tingkah laku elektron ketika
ikatan kimia terbentuk dan terputus. Sebaliknya, teori orbital molekul
memprediksikan bahwa molekul hidrogen akan berdisosiasi menjadi superposisi
linear dari hidrogen atom dan ion hidrogen positif dan negatif. Prediksi ini
tidak sesuai dengan gambaran fisik. Hal ini secara sebagian menjelaskan mengapa
kurva energi total terhadap jarak antar atom pada metode ikatan valensi berada
di atas kurva yang menggunakan metode orbital molekul. Situasi ini terjadi pada
semua molekul diatomik homonuklir dan tampak dengan jelas pada F2 ketika energi
minimum pada kurva yang menggunakan teori orbital molekul masih lebih tinggi
dari energi dua atom F.
Konsep
hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di kebanyakan
senyawa organik sangatlah rendah, menyebabkan teori ini masih menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari kimia organik. Namun, hasil kerja Friedrich Hund, Robert
Mulliken, dan Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori
orbital molekul memberikan deskripsi yang lebih tepat pada spektrokopi,
ionisasi, dan sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori ikatan valensi
menjadi lebih jelas pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF5) ketika
molekul ini dijelaskan tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial
dalam hibridisasi ikatan yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang kurang elektron (seperti diborana) dijelaskan
dengan sangat baik oleh teori orbital molekul, walaupun penjelasan yang
menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.
Pada tahun
1930, dua metode ini saling bersaing sampai disadari bahwa keduanya hanyalah
merupakan pendekatan pada teori yang lebih baik. Jika kita mengambil struktur
ikatan valensi yang sederhana dan menggabungkan semua struktur kovalen dan ion
yang dimungkinkan pada sekelompok orbital atom, kita mendapatkan apa yang disebut
sebagai fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika kita mengambil
deskripsi orbital molekul sederhana pada keadaan dasar dan mengkombinasikan
fungsi tersebut dengan fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan
kemungkinan keadaan tereksitasi yang menggunakan orbital tak terisi dari
sekelompok orbital atom yang sama, kita juga mendapatkan fungsi gelombang
interaksi konfigurasi penuh. Terlihatlah bahwa pendekatan orbital molekul yang
sederhana terlalu menitikberatkan pada struktur ion, sedangkan pendekatan teori
valensi ikatan yang sederhana terlalu sedikit menitikberatkan pada struktur
ion. Dapat kita katakan bahwa pendekatan orbital molekul terlalu ter-delokalisasi,
sedangkan pendekatan ikatan valensi terlalu ter-lokalisasi.
Sekarang kedua
pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi, masing-masing memberikan
pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah pada ikatan kimia. Perhitungan
modern pada kimia kuantum biasanya dimulai dari (namun pada
akhirnya menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan ikatan
valensi. Ini bukanlah karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari
pendekatan teori ikatan valensi, melainkan karena pendekatan orbital molekul
lebih memudahkan untuk diubah menjadi perhitungan numeris. Namun program-progam
ikatan valensi yang lebih baik juga tersedia.
Ikatan dalam
rumus kimia
Bentuk
atom-atom dan molekul-molekul yang 3 dimensi sangatlah menyulitkan dalam
menggunakan teknik tunggal yang mengindikasikan orbital-orbital dan
ikatan-ikatan. Pada rumus molekul, ikatan kimia (orbital yang
berikatan) diindikasikan menggunakan beberapa metode yang bebeda tergantung
pada tipe diskusi. Kadang-kadang kesemuaannya dihiraukan. Sebagai contoh, pada kimia organik,
kimiawan biasanya hanya peduli pada gugus fungsi
molekul. Oleh karena itu, rumus molekul etanol dapat ditulis secara konformasi, 3-dimensi,
2-dimensi penuh (tanpa indikasi arah ikatan 3-dimensi), 2-dimensi yang
disingkat (CH3–CH2–OH), memisahkan gugus fungsi dari bagian molekul lainnnya (C2H5OH),
atau hanya dengan konstituen atomnya saja (C2H6O). Kadangkala, bahkan kelopak
valensi elektron non-ikatan (dengan pendekatan arah yang digambarkan secara
2-dimensi) juga ditandai. Beberapa kimiawan juga menandai orbital-orbital atom,
sebagai contoh anion etena−4 yang dihipotesiskan (\/C=C/\ −4) mengindikasikan
kemungkinan pembentukan ikatan.sehingga terjadi ikatan rangkap dua antara banci2
dgn germo.wkwkwk iya kan gan...
Ikatan kuat
kimia
Panjang ikat dalam pm
dan energi ikat dalam kJ/mol. Panjang ikat dapat dikonversikan menjadi Å dengan pembagian dengan 100 (1 Å = 100 pm). Data diambil dari [1]. |
||
Ikatan
|
Panjang
(pm) |
Energi
(kJ/mol) |
H — Hidrogen
|
||
H–H
|
74
|
436
|
H–C
|
109
|
413
|
H–N
|
101
|
391
|
H–O
|
96
|
366
|
H–F
|
92
|
568
|
H–Cl
|
127
|
432
|
H–Br
|
141
|
366
|
C — Karbon
|
||
C–H
|
109
|
413
|
C–C
|
154
|
348
|
C=C
|
134
|
614
|
C≡C
|
120
|
839
|
C–N
|
147
|
308
|
C–O
|
143
|
360
|
C–F
|
135
|
488
|
C–Cl
|
177
|
330
|
C–Br
|
194
|
288
|
C–I
|
214
|
216
|
C–S
|
182
|
272
|
N — Nitrogen
|
||
N–H
|
101
|
391
|
N–C
|
147
|
308
|
N–N
|
145
|
170
|
N≡N
|
110
|
945
|
O — Oksigen
|
||
O–H
|
96
|
366
|
O–C
|
143
|
360
|
O–O
|
148
|
145
|
O=O
|
121
|
498
|
F, Cl, Br, I
— Halogen
|
||
F–H
|
92
|
568
|
F–F
|
142
|
158
|
F–C
|
135
|
488
|
Cl–H
|
127
|
432
|
Cl–C
|
177
|
330
|
Cl–Cl
|
199
|
243
|
Br–H
|
141
|
366
|
Br–C
|
194
|
288
|
Br–Br
|
228
|
193
|
I–H
|
161
|
298
|
I–C
|
214
|
216
|
I–I
|
267
|
151
|
S — Belerang
|
||
C–S
|
182
|
272
|
Ikatan-ikatan
berikut adalah ikatan intramolekul yang mengikat atom-atom bersama menjadi molekul.
Dalam pandangan yang sederhana dan terlokalisasikan, jumlah elektron yang
berpartisipasi dalam suatu ikatan biasanya merupakan perkalian dari dua, empat,
atau enam. Jumlah yang berangka genap umumnya dijumpai karena elektron akan
memiliki keadaan energi yang lebih rendah jika berpasangan. Teori-teori ikatan
yang lebih canggih menunjukkan bahwa kekuatan ikatan tidaklah
selalu berupa angka bulat dan tergantung pada distribusi elektron pada setiap
atom yang terlibat dalam sebuah ikatan. Sebagai contohnya, karbon-karbon dalam
senyawa benzena
dihubungkan satu sama lain oleh ikatan 1.5 dan dua atom dalam nitrogen monoksida NO dihubungkan oleh ikatan
2,5. Keberadaan ikatan rangkap empat juga
diketahui dengan baik. Jenis-jenis ikatan kuat bergantung pada perbedaan elektronegativitas dan distribusi orbital
elektron yang tertarik pada suatu atom yang terlibat dalam ikatan. Semakin
besar perbedaan elektronegativitasnya, semakin besar elektron-elektron tersebut
tertarik pada atom yang berikat dan semakin bersifat ion pula ikatan tersebut.
Semakin kecil perbedaan elektronegativitasnya, semakin bersifat kovalen ikatan
tersebut.
Ikatan kovalen
Ikatan kovalen
adalah ikatan yang umumnya sering dijumpai, yaitu ikatan yang perbedaan
elektronegativitas (negatif dan positif) di antara atom-atom yang berikat
sangatlah kecil atau hampir tidak ada. Ikatan-ikatan yang terdapat pada
kebanyakan senyawa organik dapat dikatakan sebagai ikatan
kovalen. Lihat pula ikatan sigma dan ikatan pi
untuk penjelasan LCAO terhadap jenis ikatan ini.
Ikatan polar
kovalen
Ikatan polar
kovalen merupakan ikatan yang sifat-sifatnya berada di antara ikatan kovalen
dan ikatan ion.
Ikatan ion
Ikatan ion
merupakan sejenis interaksi elektrostatik antara dua atom yang memiliki
perbedaan elektronegativitas yang besar. Tidaklah terdapat nilai-nilai yang
pasti yang membedakan ikatan ion dan ikatan kovalen, namun perbedaan
elektronegativitas yang lebih besar dari 2,0 bisanya disebut ikatan ion,
sedangkan perbedaan yang lebih kecil dari 1,5 biasanya disebut ikatan kovalen.[3]
Ikatan ion menghasilkan ion-ion positif dan negatif yang berpisah.
Muatan-muatan ion ini umumnya berkisar antara -3 e sampai dengan +3e.
Ikatan kovalen
koordinat
Ikatan kovalen
koordinat, kadangkala disebut sebagai ikatan datif, adalah sejenis ikatan
kovalen yang keseluruhan elektron-elektron ikatannya hanya berasal dari salah
satu atom, penderma pasangan elektron, ataupun basa Lewis. Konsep ini mulai
ditinggalkan oleh para kimiawan seiring dengan berkembangnya teori orbital
molekul. Contoh ikatan kovalen koordinat terjadi pada nitron dan ammonia borana. Susunan
ikatan ini berbeda dengan ikatan ion pada perbedaan elektronegativitasnya yang
kecil, sehingga menghasilkan ikatan yang kovalen. Ikatan ini biasanya ditandai
dengan tanda panah. Ujung panah ini menunjuk pada akseptor elektron atau asam
Lewis dan ekor panah menunjuk pada penderma elektron atau basa Lewis
Ikatan pisang
Ikatan pisang
adalah sejenis ikatan yang terdapat pada molekul-molekul yang mengalami terikan
ataupun yang mendapat rintangan sterik, sehingga
orbital-orbital ikatan tersebut dipaksa membentuk struktur ikatan yang mirip
dengan pisang. Ikatan pisang biasanya lebih rentan mengalami reaksi daripada
ikatan-ikatan normal lainnya.
Ikatan 3c-2e
dan 3c-4e
Dalam ikatan tiga-pusat dua-elektron,
tiga atom saling berbagi dua elektron. Ikatan sejenis ini terjadi pada senyawa
yang kekurangan elektron seperti pada diborana. Setiap ikatan
mengandung sepasang elektron yang menghubungkan atom boron satu sama lainnya
dalam bentuk pisang dengan sebuah proton (inti atom hidrogen) di tengah-tengah
ikatan, dan berbagi elektron dengan kedua atom boron. Terdapat pula Ikatan tiga-pusat empat-elektron
yang menjelaskan ikatan pada molekul hipervalen.
Ikatan tiga
elektron dan satu elektron
Ikatan-ikatan
dengan satu atau tiga elektron dapat ditemukan pada spesi radikal yang memiliki
jumlah elektron gasal (ganjil). Contoh paling sederhana dari ikatan satu
elektron dapat ditemukan pada kation molekul hidrogen H2+. Ikatan satu elektron
seringkali memiliki energi ikat yang setengah kali dari ikatan dua elektron,
sehingga ikatan ini disebut pula "ikatan setengah". Namun terdapat
pengecualian pada kasus dilitium. Ikatan dilitium satu elektron, Li2+,
lebih kuat dari ikatan dilitium dua elektron Li2. Pengecualian ini dapat
dijelaskan dengan hibridisasi dan efek kelopak dalam. [4]
Contoh
sederhana dari ikatan tiga elektron dapat ditemukan pada kation dimer helium,
He2+, dan dapat pula dianggap sebagai "ikatan setengah" karena
menurut teori orbital molekul, elektron ke-tiganya merupakan orbital antiikat
yang melemahkan ikatan dua elektron lainnya sebesar setengah. Molekul oksigen
juga dapat dianggap memiliki dua ikatan tiga elektron dan satu ikatan dua
elektron yang menjelaskan sifat paramagnetiknya.[5]
Molekul-molekul
dengan ikatan elektron gasal biasanya sangat reaktif. Ikatan jenis ini biasanya
hanya stabil pada atom-atom yang memiliki elektronegativitas yang sama.[5]
Ikatan
aromatik
Pada
kebanyakan kasus, lokasi elektron tidak dapat ditandai dengan menggunakan garis
(menandai dua elektron) ataupun titik (menandai elektron tungga). Ikatan aromatik yang terjadi pada
molekul yang berbentuk cincin datar menunjukkan stabilitas yang lebih.
Pada benzena,
18 elektron ikatan mengikat 6 atom karbon bersama membentuk struktur cincin
datar. "Orde" ikatan antara dua atom dapat dikatakan sebagai
(18/6)/2=1,5 dan seluruh ikatan pada benzena tersebut adalah identik.
Ikatan-ikatan ini dapat pula ditulis sebagai ikatan tunggal dan rangkap yang
berselingan, namun hal ini kuranglah tepat mengingat ikatan rangkap dan ikatan
tunggal memiliki kekuatan ikatan yang berbeda dan tidak identik.
Ikatan logam
Pada ikatan
logam, elektron-elektron ikatan terdelokalisasi pada kekisi (lattice) atom.
Berbeda dengan senyawa organik, lokasi elektron yang berikat dan muatannya
adalah statik. Oleh karena delokalisai yang menyebabkan elektron-elektron dapat
bergerak bebas, senyawa ini memiliki sifat-sifat mirip logam dalam hal
konduktivitas, duktilitas, dan kekerasan.
Ikatan
antarmolekul
Terdapat empat
jenis dasar ikatan yang dapat terbentuk antara dua atau lebih molekul, ion,
ataupun atom. Gaya antarmolekul menyebabkan molekul saling
menarik atau menolak satu sama lainnya. Seringkali hal ini menentukan
sifat-sifat fisik sebuah zat (seperti pada titik leleh).
Dipol permanen
ke dipol permanen
Perbedaan elektronegativitas yang bersar antara dua atom
yang berikatan dengan kuat menyebabkan terbentuknya dipol (dwikutub).
Dipol-dipol ini akan saling tarik-menarik ataupun tolak-menolak.
Ikatan
hidrogen
Ikatan
hidrogen bisa dikatakan sebagai dipol permanen yang sangat kuat seperti yang
dijelaskan di atas. Namun, pada ikatan hidrogen, proton hidrogen berada sangat
dekat dengan atom penderma elektron dan mirip dengan ikatan tiga-pusat dua-elektron
seperti pada diborana. Ikatan hidrogen menjelaskan titik didih zat cair yang
relatif tinggi seperti air, ammonia, dan hidrogen fluorida jika dibandingkan
dengan senyawa-senyawa yang lebih berat lainnya pada kolom tabel
periodik yang sama.
Dipol seketika
ke dipol terimbas (van der Waals)
Dipol seketika
ke dipol terimbas, atau gaya van der Waals, adalah ikatan yang paling lemah,
namun sering dijumpai di antara semua zat-zat kimia. Misalnya atom helium, pada
satu titik waktu, awan elektronnya akan terlihat tidak seimbang
dengan salah satu muatan negatif berada di sisi tertentu. Hal ini disebut
sebagai dipol seketika (dwikutub seketika). Dipol ini dapat menarik maupun
menolak elektron-elektron helium lainnya, dan menyebabkan dipol lainnya. Kedua
atom akan seketika saling menarik sebelum muatannya diseimbangkan kembali untuk
kemudian berpisah.
Interaksi kation-pi
Interaksi
kation-pi terjadi di antara muatan negatif yang terlokalisasi dari
elektron-elektron pada orbital π dengan muatan positif.
Elektron pada
ikatan kimia
Banyak
senyawa-senyawa sederhana yang melibatkan ikatan-ikatan kovalen.
Molekul-molekul ini memiliki struktur yang dapat diprediksi dengan menggunakan teori ikatan valensi, dan sifat-sfiat atom
yang terlibat dapat dipahami menggunakan konsep bilangan
oksidasi. Senyawa lain yang mempunyai struktur ion dapat dipahami
dengan menggunakan teori-teori fisika klasik.
Pada kasus ikatan ion,
elektron pada umumnya terlokalisasi pada ato
m tertentu,
dan elektron-elektron todal bergerak bebas di antara atom-atom. Setiap atom
ditandai dengan muatan listrik keseluruhan untuk membantu pemahaman kita atas
konsep distribusi orbital molekul. Gaya antara atom-atom secara garis besar
dikarakterisasikan dengan potensial elektrostatik kontinum (malaran) isotropik.
Sebaliknya
pada ikatan kovalen, rapatan elektron pada sebuah
ikatan tidak ditandai pada atom individual, namun terdelokalisasikan pada MO di
antara atom-atom. Teori kombinasi
linear orbital yang diterima secara umum membantu menjelaskan
struktur orbital dan energi-energinya berdasarkan orbtial-orbital dari
atom-atom molekul. Tidak seperti ikatan ion, ikatan kovalen bisa memiliki
sifat-sifat anisotropik, dan
masing-masing memiliki nama-nama tersendiri seperti ikatan sigma
dan ikatan pi.
Atom-atom juga
dapat membentuk ikatan-ikatan yang memiliki sifat-sifat antara ikatan ion dan
kovalen. Hal ini bisa terjadi karena definisi didasari pada delokalisasi
elektron. Elektron-elektron dapat secara parsial terdelokalisasi di antara
atom-atom. Ikatan sejenis ini biasanya disebut sebagai ikatan polar kovalen.
Lihat pula elektronegativitas.
Oleh akrena
itu, elektron-elektron pada orbital molekul dapat
dikatakan menjadi terlokalisasi pada atom-atom tertentu atau terdelokalisasi di
antara dua atau lebih atom. Jenis ikatan antara dua tom ditentukan dari
seberapa besara rapatan elektron tersebut
terlokalisasi ataupun terdelokalisasi pada ikatan antar atom.
Sumber: Wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar